Penyesalan
yang tak berarti
Sore itu, Ahmad melamun sendiri diatas
kasurnya yang berisi kapuk dan ditutupi sprei bergambar bendera Amerika. Entah
apa yang dia pikirkan, Ia hanya melayangkan pandanganya ke atas atap.
“Ahmad,
tolong bantu ibu belikan krupuk diwarung sebelah” Terdengar suara Ibu yang
berasal dari dapur.
“iya”, Jawab
Ahmad singkat dan langsung bergegas untuk membeli krupuk.
Ahmad memang anak yang
berbakti pada orang tuanya, setiap perintah orang tuanya selalu Ia lakukan.
Walau terkadang Ia lalai akan apa yang diperintahkan orang tuanya, tetapi ia
selalu mengutamakan orang tuanya diatas keperluanya sendiri.
= =
“Ahmad siapa
yang mengotori ruang tamu sampai seperti ini?” Teriak Pak Tris kepada Ahmad
yang sedang membersihkan kamarnya.
“Tidak tahu
pak, mungkin Udin yang mengotorinya” jawab Ahmad sambil menata bantal yang ada
di atas kasurnya.
Pak Tris adalah ayah Ahmad,
beliau sangat disegani di keluarganya. Tampilanya yang berkumis tebal dan
berbadan kekar membuatnya terlihat garang. Ditambah dengan sifatnya yang keras
dan tegas pada setiap anaknya. Iya anaknya, meski beliau memiliki dua orang
putra namun beliau keras hanya pada salah satu anaknya yaitu Ahmad si anak
sulungnya, sedangkan pada Udin anak bungsunya Pak Tris terkesan sangat
memanjakanya. Padahal Udin tidak ppernah berbakti pada dirinya.
“Tidak
mungkin Udin yang melakukan, Ia sedang bermain laptop dikamarnya kamu ojo nuduh
koyo kui to!!” Jawab Pak Tris dengan
logat jawanya.
“Sudah mad
kamu bersihkan saja ruang tamunya” jawab Ibu melerai Bapak dan Anak itu.
“Tapi bu? Ya
sudahlah” jawab Ahmad sedikit kecewa dengan ucapan Ibunya tadi.
Ibu memang dekat dengan Ahmad namun Ibu tidak pernah memihak Ahmad
seperti Pak Tris memihak pada Udin anak bungsunya. Ia selalu mengikuti saja
ucapan suaminya.
= =
Saat itu hujan turun dengan derasnya, Pak Tris dengan santainya
duduk di depan rumah sambil meminum secangkir kopisusu buatan Istrinya
tercinta. Namun ketika ia bersantai Ia dikejutkan oleh seseorang yang tiba-tiba
mengamuk di depan rumahnya.
“Pak Tris,
anda telah membunuh ayah saya Rei Laka Arane. Sekarang saya akan meminta pertanggung jawaban anda,
anda juga harus mati ditangan saya” Ucap seorang pengacau yang waktu itu
tiba-tiba datang kerumah Ahmad.
“Mau apa kamu
anak ingusan? Mengapa kamu begitu dendamnya padaku? Bapamu pantas mati sebab
dia telah memperkosa ratusan perawan dikota ini” jawab Pak Tris dengan
santai.Hujan pun semakin lebat, dan suara guntur yang cetar membahana seakan
mengisyaratkan akan terjadi badai hari itu.
“Apa kamu
bilang? Lancang kamu menyebut ayahku seperti itu” jawab orang itu dengan marah.
“Nah memang
seperti itu adanya” ejek pak Tris pada orang itu.
Melihat cuaca yang tidak medukung itu, orang yang mengancam Pak
Tris pun pergi untuk pulang dan menghangatkan tubuhnya yang menggigil seperti
anak kucing yang disiram air kulkas bersuhu -68° Celcius.
“Ada apa tadi
pak? Siapa yang berteriak diluar?” Tanya Ahmad pada Pak Tris seakan khawatir
pada keadaanya.
“Tidak ada
apa-apa, sudah sana masuk disini dingin” jawab Pak Tris.
Keesokan harinya orang yang mengacaukan di hari kemarin datang
lagi kerumah Ahmad.
“woy buka
pintunya” dobrak orang itu di depan pintu rumah Ahmad.
Bergegas Ahmad membuka pintu rumahnya yang kaget dengan suara
tersebut.
“Ada apa ya
mas?” Tanya Ahmad pada orang itu.
“Mana orang
berkumis itu?” Tanya orang itu yang mencari Pak Tris.
“Mau apa anda
mencari beliau?” Tanya Ahmad kembali kepada orang tersebut.
“Siapa kamu?
Beraninya mau tahu urusan si kumis itu?” orang aneh pun mengangkat kerah baju
Ahmad.
“Hey, sopan
dong! Saya anaknya.” Dorong Ahmad pada orang yang mengangkat kerah bajunya.
Ahmad pun semakin curiga dengan perilaku orang misterius ini, Ia
mengatakan dalam hatinya ada apa sebenarnya yang terjadi antara pemuda ini
dengan ayahnya? Mengapa orang ini begitu ingin bertemu dengan ayahnya. Pak Tris
sebenarnya sedang pergi berkebun di belakang rumahnya. Namun rasa sayangnya
pada Pak Tris membuat Ahmad berbohong.
“Bapak sedang
keluar kota. Ada perlu apa?” jawab Ahmad pada orang itu.
“Sialan si
kumis ternyata kabur. Dia hutang nyawa kepadaku, Ia telah membunuh ayahku”
jawab orang itu pada Ahmad.
Ahmad pun kaget dengan jawaban orang itu, suasana hati Ahmad pun
berubah dari senang menjadi duka. Ibarat mentari yang baru terbit disiram air
kopi yang sudah tiga bulan didiamkan di dalam gudang kotor yang penuh tikus.
“Lalu apa
maksud anda datang kemari?” Tanya lagi Ahmad pada orang itu.
“Saya mau
meminta ganti rugi atas apa yang bapak anda lakukan” Jawab orang itu dengan
penuh dendam.
Hati Ahmad pun semakin sakit mendengar jawaban orang itu, mana
mungkin Pak Tris yang selama ini termasuk orang baik di kecamatanya bisa
melakukan ini. Ahmad pun berpikir apa yang bisa Ia lakukan untuk ayahnya
tercinta. Ia pun menemukan sebuah ide.
“Jika anda
ingin hutang bapak saya dibayar, maka saya siap membayarnya. Biarkan saya yang
menggantikan beliau untuk anda bunuh” Jawab Ahmad pada orang itu.
“Haha, saya
tidak tertarik sama sekali pada tawaranmu boy” Ejek orang itu pada Ahmad.
“Coba anda
pikirkan, anda dendam karena ayah anda yang anda sayangi mati di tangan ayah
saya. Sekarang biar impas, anda bunuh saya agar ayah saya pun merasakan apa
yang anda rasakan” Jawab Ahmad pada orang itu.
“Benar juga,
baik kalau begitu. Sekarang kamu akan saya bunuh dengan pistol ini” jawab orang
itu pada Ahmad.
“Sebaiknya
anda bunuh saya di tempat yang sepi sehingga anda tidak ketahuan dan tidak
ditangkap polisi” Jawab Ahmad dengan sedikit membohongi orang itu.
Ahmad sebenarnya telah menyiapkan rencana besar yang mungkin bisa
disebut rencana gila.
“Anda ikut
saya ke lapangan Procot, di sana sepi dan jauh dari perumahan. Anda bunuh saja
saya disana.” Ucap Ahmad memberi
tawaran.
“Baik” Jawab
orang itu.
“namun
sebelum kita kesana izinkan saya untuk berpamitan pada Ibuku” Pinta Ahmad pada
orang tiu.
“Baiklah
silahkan” orang itupun mengizinkan Ahmad masuk kerumah.
Di dalam Ibu yang terbangun dari tidurnya bertanya pada Ahmad ada
apa diluar. Ahmad pun diam saja, Ia tak ingin Ibunya yang ia sayang ikut memikirkan
masalah ini. Ahmad hanya meminta izin
kepada Ibunya untuk pergi sebentar dan menyuruh Ibunya menelpon
polisi saat Ahmad pergi. Ahmad pun masuk
kedalam kamarnya, dengan air mata di pipinya ia meunils sebuah surat yang ia
tujukan pada ayahnya.
“Berikan pada
bapak jika Ahmad tidak kembali nanti” Pinta Ahmad pada Ibunya.
“Untuk apa”
Tanya Ibu khawatir.
“Sudah turuti
saja kemauan Ahmad, anggap ini permintaanku yang terakhir. Ahmad minta maaf
jika selama ini Ahmad menyusahkan kalian” ucap Ahmad sambil memeluk Ibunya
kencang, seakan takut membuat wanita yang Ia sayang menangis.
Ibu pun bergegas
Ahmad pun bergegas ke lapangan bersama orang itu. Orang itu seakan
sudah tidak sabar menunggu sosok yang berjalan didepanga akan ia tembak
sepuanya sampai peluru yang ada di pistolnya habis.
“Sudah,
sekarang silahkan anda bunuh saya” Perintah Ahmad pada orang itu.
“Baik,
sekarang temuai malaikat mautmu bodoh!” Orang itupun menodongkan pistolnya
kearah kepala Ahmad.
Dengan pelan orang itu menarik pelatuk pistolnya, namun di
balakangnya satu kompi polisi telah datang untuk menyelamatkan Ahmad. Namun
naas saat polisi menembakan peluru kearah orang itu, orang itu telah dulu
menembakan pelurunya ke kepala Ahmad. DORR!! Suara itu terdengar sampai rumah
Ahmad, semua warga yang mendengar pun segera menuju lapangan. Orang yang
menembak Ahmad pun ikut tertembak oleh polisi . Ibu dan Pak Tris pun berlari ke
lapangan karena mendapat berita bahwa anaknya meninggal.
“Ahmad, kenapa
kamu sampai begini nak? Ada apa sebenarnya” Tanya Ibu sambil memeluk Ahmad yang
telah terbujur kaku.
Warga pun membawa jenazah Ahmad ke rumah Pak Tris. Dirumah Ibu pun
ingat akan bahwa Ahmad berpesan padanya untuk menyerahkan surat pada Pak Tris.
“Pak sebelum
Ahmad pergi ia menitipkan ini untuk bapak” Sambill menyodorkan surat dari
Ahmad.
Dan saat Pak Tris membaca Ia menangis dengan tersedu-sedu. Ia
merasakan sesal yang sangat besar, Ia berpikir mengapa Ahmad anak yang selalu
mendapat perlakuan kasar darinya rela mengorbankan nyawanya demi dirinya. Ia
pun bergegas menuju ke jenazah Ahmad.
“Ahmad bangun
mad. Kenapa kamu sampai seperti ini membela bapak?” teriak Pak Tris di depan
jenazah Ahmad.
= =
“Bapak, bila bapak telah membaca surat ini maka Ahmad pun telah
pergi dari rumah ini dan meninggalkan kalian semua. Bapak, meski bapak tidak
pernah menganggap Ahmad sempurna dan memperlakukan Ahmad seperti Udin tapi tak
apa, mungkin sudah nasib Ahmad menerima semua ini. Ahmad juga minta maaf bila
Ahmad selalu membuat Bapak merasa susah dan selalu merasa kecewa dengan Ahmad.
Mungkin apa yang Ahmad lakukan tidak sebesar dengan perjuangan bapak mendidik
Ahmad, namun Ahmad bangga menjadi anak bapak. Semoga bapak tidak marah dengan
apa yang Ahmad lakukan ini”
Itulah potongan kata dari surat Ahmad pada bapanya. Ahmad memang
selalu di perlakukan tidak adil dirumahnya, namun Ahmad rela memberi nyawanya
pada orang lain demi kebahagiaan orang tuanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar