Selasa, 13 November 2012

Cerpen Made In sayah, Mau Tahu???


Penyesalan yang tak berarti

Sore itu, Ahmad melamun sendiri diatas kasurnya yang berisi kapuk dan ditutupi sprei bergambar bendera Amerika. Entah apa yang dia pikirkan, Ia hanya melayangkan pandanganya ke atas atap.
                “Ahmad, tolong bantu ibu belikan krupuk diwarung sebelah” Terdengar suara Ibu yang berasal dari dapur.
                “iya”, Jawab Ahmad singkat dan langsung bergegas untuk membeli krupuk.
Ahmad  memang anak yang berbakti pada orang tuanya, setiap perintah orang tuanya selalu Ia lakukan. Walau terkadang Ia lalai akan apa yang diperintahkan orang tuanya, tetapi ia selalu mengutamakan orang tuanya diatas keperluanya sendiri.
=                                                                                                                                                                                             =
                “Ahmad siapa yang mengotori ruang tamu sampai seperti ini?” Teriak Pak Tris kepada Ahmad yang sedang membersihkan kamarnya.
                “Tidak tahu pak, mungkin Udin yang mengotorinya” jawab Ahmad sambil menata bantal yang ada di atas kasurnya.
Pak  Tris adalah ayah Ahmad, beliau sangat disegani di keluarganya. Tampilanya yang berkumis tebal dan berbadan kekar membuatnya terlihat garang. Ditambah dengan sifatnya yang keras dan tegas pada setiap anaknya. Iya anaknya, meski beliau memiliki dua orang putra namun beliau keras hanya pada salah satu anaknya yaitu Ahmad si anak sulungnya, sedangkan pada Udin anak bungsunya Pak Tris terkesan sangat memanjakanya. Padahal Udin tidak ppernah berbakti pada dirinya.
                “Tidak mungkin Udin yang melakukan, Ia sedang bermain laptop dikamarnya kamu ojo nuduh koyo kui to!!” Jawab Pak Tris dengan logat jawanya.
                “Sudah mad kamu bersihkan saja ruang tamunya” jawab Ibu melerai Bapak dan Anak itu.
                “Tapi bu? Ya sudahlah” jawab Ahmad sedikit kecewa dengan ucapan Ibunya tadi.
Ibu memang dekat dengan Ahmad namun Ibu tidak pernah memihak Ahmad seperti Pak Tris memihak pada Udin anak bungsunya. Ia selalu mengikuti saja ucapan suaminya.
=                                                                                                                                                                                             =
Saat itu hujan turun dengan derasnya, Pak Tris dengan santainya duduk di depan rumah sambil meminum secangkir kopisusu buatan Istrinya tercinta. Namun ketika ia bersantai Ia dikejutkan oleh seseorang yang tiba-tiba mengamuk di depan rumahnya.
                “Pak Tris, anda telah membunuh ayah saya Rei Laka Arane. Sekarang  saya akan meminta pertanggung jawaban anda, anda juga harus mati ditangan saya” Ucap seorang pengacau yang waktu itu tiba-tiba datang kerumah Ahmad.
                “Mau apa kamu anak ingusan? Mengapa kamu begitu dendamnya padaku? Bapamu pantas mati sebab dia telah memperkosa ratusan perawan dikota ini” jawab Pak Tris dengan santai.Hujan pun semakin lebat, dan suara guntur yang cetar membahana seakan mengisyaratkan akan terjadi badai hari itu.
                “Apa kamu bilang? Lancang kamu menyebut ayahku seperti itu” jawab orang itu dengan marah.
                “Nah memang seperti itu adanya” ejek pak Tris pada orang itu.
Melihat cuaca yang tidak medukung itu, orang yang mengancam Pak Tris pun pergi untuk pulang dan menghangatkan tubuhnya yang menggigil seperti anak kucing yang disiram air kulkas bersuhu -68° Celcius.
                “Ada apa tadi pak? Siapa yang berteriak diluar?” Tanya Ahmad pada Pak Tris seakan khawatir pada keadaanya.
                “Tidak ada apa-apa, sudah sana masuk disini dingin” jawab Pak Tris.
Keesokan harinya orang yang mengacaukan di hari kemarin datang lagi kerumah Ahmad.
                “woy buka pintunya” dobrak orang itu di depan pintu rumah Ahmad.
Bergegas Ahmad membuka pintu rumahnya yang kaget dengan suara tersebut.
                “Ada apa ya mas?” Tanya Ahmad pada orang itu.
                “Mana orang berkumis itu?” Tanya orang itu yang mencari Pak Tris.
                “Mau apa anda mencari beliau?” Tanya Ahmad kembali kepada orang tersebut.
                “Siapa kamu? Beraninya mau tahu urusan si kumis itu?” orang aneh pun mengangkat kerah baju Ahmad.
                “Hey, sopan dong! Saya anaknya.” Dorong Ahmad pada orang yang mengangkat kerah bajunya.
Ahmad pun semakin curiga dengan perilaku orang misterius ini, Ia mengatakan dalam hatinya ada apa sebenarnya yang terjadi antara pemuda ini dengan ayahnya? Mengapa orang ini begitu ingin bertemu dengan ayahnya. Pak Tris sebenarnya sedang pergi berkebun di belakang rumahnya. Namun rasa sayangnya pada Pak Tris membuat Ahmad berbohong.
                “Bapak sedang keluar kota. Ada perlu apa?” jawab Ahmad pada orang itu.
                “Sialan si kumis ternyata kabur. Dia hutang nyawa kepadaku, Ia telah membunuh ayahku” jawab orang itu pada Ahmad.
Ahmad pun kaget dengan jawaban orang itu, suasana hati Ahmad pun berubah dari senang menjadi duka. Ibarat mentari yang baru terbit disiram air kopi yang sudah tiga bulan didiamkan di dalam gudang kotor yang penuh tikus.
                “Lalu apa maksud anda datang kemari?” Tanya lagi Ahmad pada orang itu.
                “Saya mau meminta ganti rugi atas apa yang bapak anda lakukan” Jawab orang itu dengan penuh dendam.
Hati Ahmad pun semakin sakit mendengar jawaban orang itu, mana mungkin Pak Tris yang selama ini termasuk orang baik di kecamatanya bisa melakukan ini. Ahmad pun berpikir apa yang bisa Ia lakukan untuk ayahnya tercinta. Ia pun menemukan sebuah ide.
                “Jika anda ingin hutang bapak saya dibayar, maka saya siap membayarnya. Biarkan saya yang menggantikan beliau untuk anda bunuh” Jawab Ahmad pada orang itu.
                “Haha, saya tidak tertarik sama sekali pada tawaranmu boy” Ejek orang itu pada Ahmad.
                “Coba anda pikirkan, anda dendam karena ayah anda yang anda sayangi mati di tangan ayah saya. Sekarang biar impas, anda bunuh saya agar ayah saya pun merasakan apa yang anda rasakan” Jawab Ahmad pada orang itu.
                “Benar juga, baik kalau begitu. Sekarang kamu akan saya bunuh dengan pistol ini” jawab orang itu pada Ahmad.
                “Sebaiknya anda bunuh saya di tempat yang sepi sehingga anda tidak ketahuan dan tidak ditangkap polisi” Jawab Ahmad dengan sedikit membohongi orang itu.
Ahmad sebenarnya telah menyiapkan rencana besar yang mungkin bisa disebut rencana gila.
                “Anda ikut saya ke lapangan Procot, di sana sepi dan jauh dari perumahan. Anda bunuh saja saya disana.” Ucap Ahmad memberi  tawaran.
                “Baik” Jawab orang itu.
                “namun sebelum kita kesana izinkan saya untuk berpamitan pada Ibuku” Pinta Ahmad pada orang tiu.
                “Baiklah silahkan” orang itupun mengizinkan Ahmad masuk kerumah.
Di dalam Ibu yang terbangun dari tidurnya bertanya pada Ahmad ada apa diluar. Ahmad pun diam saja, Ia tak ingin Ibunya yang ia sayang ikut memikirkan masalah ini. Ahmad hanya meminta izin  kepada Ibunya untuk pergi sebentar dan menyuruh Ibunya menelpon polisi  saat Ahmad pergi. Ahmad pun masuk kedalam kamarnya, dengan air mata di pipinya ia meunils sebuah surat yang ia tujukan pada ayahnya.
                “Berikan pada bapak jika Ahmad tidak kembali nanti” Pinta Ahmad pada Ibunya.
                “Untuk apa” Tanya Ibu khawatir.
                “Sudah turuti saja kemauan Ahmad, anggap ini permintaanku yang terakhir. Ahmad minta maaf jika selama ini Ahmad menyusahkan kalian” ucap Ahmad sambil memeluk Ibunya kencang, seakan takut membuat wanita yang Ia sayang menangis.
Ibu pun bergegas
Ahmad pun bergegas ke lapangan bersama orang itu. Orang itu seakan sudah tidak sabar menunggu sosok yang berjalan didepanga akan ia tembak sepuanya sampai peluru yang ada di pistolnya habis.
                “Sudah, sekarang silahkan anda bunuh saya” Perintah Ahmad pada orang itu.
                “Baik, sekarang temuai malaikat mautmu bodoh!” Orang itupun menodongkan pistolnya kearah kepala Ahmad.
Dengan pelan orang itu menarik pelatuk pistolnya, namun di balakangnya satu kompi polisi telah datang untuk menyelamatkan Ahmad. Namun naas saat polisi menembakan peluru kearah orang itu, orang itu telah dulu menembakan pelurunya ke kepala Ahmad. DORR!! Suara itu terdengar sampai rumah Ahmad, semua warga yang mendengar pun segera menuju lapangan. Orang yang menembak Ahmad pun ikut tertembak oleh polisi . Ibu dan Pak Tris pun berlari ke lapangan karena mendapat berita bahwa anaknya meninggal.
                “Ahmad, kenapa kamu sampai begini nak? Ada apa sebenarnya” Tanya Ibu sambil memeluk Ahmad yang telah terbujur kaku.
Warga pun membawa jenazah Ahmad ke rumah Pak Tris. Dirumah Ibu pun ingat akan bahwa Ahmad berpesan padanya untuk menyerahkan surat pada Pak Tris.
                “Pak sebelum Ahmad pergi ia menitipkan ini untuk bapak” Sambill menyodorkan surat dari Ahmad.
Dan saat Pak Tris membaca Ia menangis dengan tersedu-sedu. Ia merasakan sesal yang sangat besar, Ia berpikir mengapa Ahmad anak yang selalu mendapat perlakuan kasar darinya rela mengorbankan nyawanya demi dirinya. Ia pun bergegas menuju ke jenazah Ahmad.
                “Ahmad bangun mad. Kenapa kamu sampai seperti ini membela bapak?” teriak Pak Tris di depan jenazah Ahmad.
=                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                             =
“Bapak, bila bapak telah membaca surat ini maka Ahmad pun telah pergi dari rumah ini dan meninggalkan kalian semua. Bapak, meski bapak tidak pernah menganggap Ahmad sempurna dan memperlakukan Ahmad seperti Udin tapi tak apa, mungkin sudah nasib Ahmad menerima semua ini. Ahmad juga minta maaf bila Ahmad selalu membuat Bapak merasa susah dan selalu merasa kecewa dengan Ahmad. Mungkin apa yang Ahmad lakukan tidak sebesar dengan perjuangan bapak mendidik Ahmad, namun Ahmad bangga menjadi anak bapak. Semoga bapak tidak marah dengan apa yang Ahmad lakukan ini”
Itulah potongan kata dari surat Ahmad pada bapanya. Ahmad memang selalu di perlakukan tidak adil dirumahnya, namun Ahmad rela memberi nyawanya pada orang lain demi kebahagiaan orang tuanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar